Senin, 17 Juli 2017

Group WA Kajian Ilmu Al Hidayah | Apakah Makmum Membaca Al-Fatihah

Tanya:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ .
 ust, mohon penjelasan masalah fiqh solat tentang membaca surat al-fatihah, bagaimana yg seharusnya dilakukan ma'mum khususnya pd solat yg zahr(mengeraskan suara) apakah membaca al-fatihah juga setelah imam membacanya atau diam mendengarkan imam, manakah yg paling sahih ust. Jazakallah khoiron

Jawab:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini,ada pendapat tetap membaca atau diam mendengarkan bacaan imam.


Pendapat yang banyak diambil adalah makmum tidak membaca Al Fatihah ketika imam membaca Jahr(keras).
Makmum hanya mendengarkan bacaan imam.

Allahu 'alam

PENGHAPUSAN DISYARIATKANNYA MEMBACA AL-FATIHAH BAGI MAKMUM PADA SHALAT JAHR (SHALAT YANG BACAANNYA DIKERASKAN)

Apabila imam membaca dengan jahr (mengeraskan bacaannya) seperti pada shalat Shubuh dan dua raka’at pertama dari shalat Maghrib dan Isya’, maka makmum wajib mendengarkan bacaan imam.

Pada awalnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbolehkan makmum untuk membaca al-Fatihah di belakang imam pada shalat-shalat jahr.

Dari Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami pernah shalat bermakmum di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada shalat Fajar. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat dan merasa terganggu (oleh bacaan salah seorang makmum). Setelah shalat beliau berkata, “Barangkali di antara kalian ada yang turut membaca di belakang imam kalian?” Kami menjawab, “betul, tetapi dengan cepat wahai Rasulullah!” Beliau bersabda, “Jangan kalian lakukan! Kecuali [jika seorang di antara kalian membaca] al-Fatihah, karena tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah” [HR.Ahmad]

Selanjutnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makmum membaca Al-Qur’an dalam shalat jahr. Peristiwa ini terjadi ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai melakukan shalat, di mana imam membaca Al-Qur’an dengan suara keras (dan dalam satu riwayat disebutkan bahwa shalat itu adalah shalat Shubuh).

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari shalat yang beliau membaca dengan keras di dalamnya (dalam satu riwayat bahwa itu adalah shalat Shubuh), lalau beliau bersabda, “Apakah ada seseorang di antara kalian yang barusan membaca (ayat Al-Qur’an) bersamaan denganku?” Seorang laki-laki berkata, “Ya, saya wahai Rasulullah!” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya aku selalu mengatakan, “Kenapa bacaanku diganggu?’ (Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata :) Kaum muslimin (para Shahabat) berhenti membaca Al-Qur’an bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam –pada shalat yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dengan keras di dalamnya- setelah mereka mendengar sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu. (Dan mereka membaca al-Fatihah secara sir (tanpa suara) dalam shalat di mana imam tidak mengeraskan bacaannya).[HR.Malik]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan diamnya makmum mendengarkan bacaan imam termasuk kesempurnaan bermakmum.

Dari Abu Hurairah Rahiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya diadakannya imam itu adalah untuk diikuti. Apabila ia bertakbir maka takbirlah kalian dan jika ia membaca (ayat Al-Qur’an) maka diamlah kalian”[HR.Abu Daud]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjadikan mendengarkan bacaan imam itu sebagai hal yang mencukupi bagi makmum sehingga ia tidak perlu lagi membacanya di belakang imam, sebagaimana sabdanya.

“Barangsiapa shalat mengikuti imam, maka bacaan imam itu menjadi bacaannya”[HR.At Tahawi]

Ini pada shalat jahr (shalat yang bacaannya dikeraskan). Adapun dalam shalat sir (shalat yang bacaannya tidak dikeraskan) maka makmum wajib membaca al-Fatihah.

[Disalin dari buku Sifat Shalat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, Penulis Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar